Tampilkan postingan dengan label Peristiwa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Peristiwa. Tampilkan semua postingan

Selasa

Kemeriahan Dibalik Perayaan Cap Go Meh di Bogor


Cap Go Meh di Bogor sebenarnya telah menjadi pesta rakyat sebagai ajang bertemunya berbagai kelompok etnik. Setelah sekian lama absen selama periode orde baru, dan bergulirnya reformasi maka perayaan kembali diadakan.
Tradisi Perayaan Cap Go Meh di Bogor dirayakan tiap tahun tepat pada tanggal 15 setelah hari raya Imlek. Tradisi perayaan Cap Go Meh merupakan perayaan yang tanpa pandang bulu, karena seluruh masyarakat turut larut dalam acara ini.
Untuk menambah semangat multikultural, didalamnya menampilkan kesenian tradisional yang beragam dari masing-masing etnik dan komunitas-komunitas yang tumbuh di kota Bogor.
Perayaan tersebut semakin mengukuhkan kerukunan dan kedamaian antar etnik serta lintas agama yang ada di kota Bogor. Cap Go Meh pun menjadi pesta semua rakyat Bogor dan bukan milik golongan atau kelompok tertentu. Sehingga, lumrah bila dari masa ke masa Cap Go Meh menjadi ikon kota Bogor menjadi salah satu agenda wisata tahunan.
Puncak perayaan Cap Go Meh dipusatkan di Vihara Dhanagun jalan Surya Kencana Bogor yang di mulai pukul sejak pukul 17.00 WIB. Arak-arakan berjalan menuju simpang Batu Tulis kawasan Vihara Budha Senna dan kembali ke Vihara Dhanagun dengan rute yang sama. Jalan raya menjadi tempat tumpah ruahnya warga yang berbaur menyaksikan arak-arakan tersebut.
Pawai Cap Go Meh diawali dengan iringan atraksi kesenian tradisional Sunda, berupa Angklung Gubrag yaitu atraksi yang kerap dibawakan dalam acara Seren Taun dan tarian yang menggambarkan keceriaan para petani pada saat panen padi. Serta tari kecak yang merupakan kesenian khas dari Bali dan juga kesenian Arab.
Arak-arakan juga menampilkan lentera terpanjang dalam bentuk seekor Liong sepanjang 50 meter, Barongsai, atraksi Sun Go Kong dan teman-temannya. Pawai turut dimeriahkan oleh komunitas sepeda onthel, andong, sepeda hias. becak, dan delman.
Dalam rombongan juga diramaikan dengan iringan-iringan mojang dan jajaka Kota Bogor. Selanjutnya melintas rombongan pembawa joli-joli para dewa, pembawa bendera dan lampion. tanjidor dan arak-arakan tandu patung perwujudan Dewa.
Pada perayaan Cap Go Meh yang diselenggarakan pada Senin (9/2) sore, sejumlah ruas jalan dialihkan oleh kepolisian dan jalur angkutan kota oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Bogor khususnya rute angkutan kota yang melintasi Jalan Suryakencana, Jalan Sukasari hingga Jalan Siliwangi.
Perayaan Cap Go Meh tahun ini merupakan penggabungan antara hiburan, edukatif dan even Cap Go Meh. Dengan mengambil tema “Bogor Bersatu Dalam Ragam Dan Budaya” adanya kolaborasi dari Vihara Dhanagun, Kampoeng Bogor, Komunitas, sanggar seni dan pemerhati budaya yang ada di Bogor sehingga turut mencetuskan wahana pada sektor pariwisata dan budaya.
Peserta Cap Go Meh tidak saja dari Bogor tapi juga dari berberapa kota lainnya seperti Sukabumi, Cirebon, Sukabumi, Cianjur, Jabotabek,.bahkan ada juga dari Ungaran dan Semarang Jawa Tengah.
Sebuah spanduk besar bertuliskan ’Perayaan Imlek 2558 Kota Bogor Wujud Nyata Bersatunya Warga Bogor’, merupakan cermin kehidupan yang harmonis bagi warga Bogor selama ini untuk masa mendatang.



[+/-] Selengkapnya...

Sabtu

Warga Kota Bogor Gelar Pesta Demokrasi Paling Demoktratis Se-Jawa Barat


Pilkada kota Bogor dapat dikatakan sebagai pilkada paling aman dan paling demoktaris se-Provinsi Jawa Barat. Ini dilihat dari minim konflik saat kampanye hingga pemungutan suara yang berlangsung aman. Hal ini mungkin dikarenakan masyarakat kota Bogor yang sadar demokrasi dan cinta kedamaian.
Pemilihan kepala daerah Kota Bogor dilakukan pada 25 Oktober 2008. Proses pencoblosan di mulai sejak pagi hari dari pukul 07.00 sampai 13.00 WIB. Pilkada Bogor kali ini memilih satu dari 5 pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor periode 2008–2013. Sebanyak 600 ribu lebih warga Kota Bogor menggunakan hak pilihnya di 1.586 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di 68 kelurahan se-Kota Bogor.
Dari hasil pantauan AdInfo, proses pemungutan suara berjalan tertib dan aman. Karena sesuai dengan instruksi Gubernur Jawa Barat disampaikan kepada semua instansi dan perusahaan di Bogor untuk meliburkan karyawannya guna mendukung partisipasi dalam proses pemilihan kepala daerah.
Pilkada Kota Bogor 2008 diikuti lima pasangan calon Waikota dan Wakil walikota dimulai dari nomor urut satu, Syafei Bratasenjaya-Akik Darul Tahkik dari perseorangan, nomor urut dua Imam Santoso (Ki Gendeng Pamungkas)-Achmad Chusaeri juga dari perseorangan, nomor tiga Iis Supriatini-Ahani, diusung Partai Demokrat (PD), PKPB, dan PKNUI. Iis adalah pengajar SMPN 4 Kota Bogor dan merupakan satu-satunya calon perempuan.
Pasangan nomor empat, Dody Rosadi (mantan Sekretaris Daerah Kota Bogor), berpasangan dengan Erik Irawan Suganda, diusung PAN, PPP, PBR, dan PKB, dan nomor lima, adalah Diani Budiarto-Achmad Ru'yat, yang diusung PKS, PDIP, Partai Golkar dan beberapa partai kecil.
Ada pemandangan mencolok pada masing-masing TPS para calon kandidiat dalam menentukan pilihannya. TPS tempat Achmad Ru,ayat memilih terlihat begitu istimewa dengan dekorasi yang sangat meriah. Berbeda dengan TPS tempat Dody Rosadi yang cukup bersahaja tanpa kemeriahan yang berarti.
Padahal seperti dikabarkan Dody Rosadi beserta pasangannya bakal menjadi lawan terkuat bagi pasangan Diani pada Pilkada kali ini. Achmad Ru’yat memang diusung untuk bisa mendampingi Diani sebagai wakil walikota Bogor.
Yang juga menjadi perhatian dari Pilkada kota Bogor kali ini adalah ikut sertanya Kigendeng Pamungkas dalam bursa pencalonan walikota Bogor. Calon walikota yang bernama asli Imam Santoso, maju di Pilkada kota Bogor mengikuti wangsit yang diterimanya.
Sebelum pelaksanaan pilkada, digelar debat calon walikota dan wakil walikota untuk mengetahui visi dan misi yang akan dijalankan jika mereka terpilih menjadi pemimpin kota Bogor. Kelima pasangan juga melakukan pemeriksaan kesehatan agar calon pemimpin kota Bogor ini benar-benar siap tampil dengan keadaan yang sehat.
Debat kandidat merupakan ajang uji kemampuan para kandidat dan sekaligus melihat sejauh mana kualitas dan kapasitas para calon dalam membangun Kota Bogor jika terpilih nanti.
Setelah melewati perhitungan suara yang alot, KPUD kota Bogor mengumumkan hasil pleno rekapitulasi perhitungan suara. Hasil perhitungan suara yang dipimpin oleh ketuanya Radjab Tampubolon diadakan di Gedung Kemuning Gading Bogor, dengan menetapkan hasil akhir perhitungan pasangan nomor urut 1, Syafei Bratasenjaya-Akik Darul Tahkik memperoleh 33.490 suara (8,68 %), nomor urut 2 Imam Santoso (Ki Gendeng Pamungkas)-Acmad Chusaeri 26.117 suara (6,77 %), pasangan nomor urut 3 Iis Supriatini-Ahani 19.935 suara (5,16 %).
Untuk pasangan nomor urut 4 Dody Rosadi-Erik Irawan Suganda mendapat 60.040 suara (15,55 %). Sedangkan pasangan nomor 5 Diani Budiarto-Achmad Ru'yat memperoleh 246.437 suara (63,84 %).
Jumlah perolehan suara yang sah untuk seluruh pasangan calon walikota dan wakil walikota tercatat sebanyak 386.020 (64,01 %) suara, dan jumlah suara yang tidak sah sebanyak 29.592(4,90 %) suara. Dari total jumlah daftar pemilih tetap (DPT) 603.029 orang, yang tidak memilih mencapai 187.417 suara(32%). Jumlah masyarakat pemilih mencapai 69 %, berarti partisipasi masyarakat dalam Pilkada se-Jawa Barat, kota Bogor tertinggi.
Pelaksanaan Pilkada Kota Bogor dari awal sejak akhir perhitungan rekapitulasi berjalan lancar tanpa insiden yang berarti. Meskipun ada massa yang berdemo tentang hasil perhitungan suara, namun acara pleno tetap berjalan sesuai rencana. Adanya demo merupakan bagian dari riak politik pada proses demokrasi ini.
Hingga pada keputusan akhir KPUD Kota Bogor, Kamis, (30/10) menetapkan pasangan Diani Budiarto-Ahmad Ru`yat sebagai pemenang Pilkada kota Bogor tahun 2008. Hasil penetapan akan diserahkan ke DPRD Kota Bogor, dilanjutkan ke Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Barat. Kemudian dilangsungkan pelantikan pada 7 April 2009 mendatang di Bandung.
Hasil pilkada kota Bogor merupakan kemenangan semua pasangan dan juga kemenangan seluruh warga Kota Bogor. Selamat untuk Walikota dan Calon Walikota terpilih, semoga menjadi pemimpin yang dapat memegang amanah rakyat, serta mampu membawa Bogor ke arah yang semakin baik.


[+/-] Selengkapnya...

Kamis

Cap Go Meh di Bogor Ritual Menuju Kesejahteraan Bersama


Setelah melalui proses panjang dengan menggelar beberapa persiapan akhirnya puncak acara Cap Go Meh digelar. Masyarakat Bogor terlihat antusias secara berkerumun menyaksikan arak-arakan Cap Go Meh, pada hari Kamis, (21/02) lalu yang merupakan penutup dari rangkaian acara. Perayaan Cap Go Meh tahun ini diwarnai tidak saja dari warga Tionghoa, berbagai atraksi budaya seperti Gambang Kromong, Tanjidor turut menyemarakan pesta rakyat ini.


Perayaan Cap Go Meh ditandai dengan perayaan berupa arak-arakan atau prosesi gotong toapekong ke luar vihara. Gotong toapekong berserta patung kongco lainnya dari dalam vihara menuju luar vihara, diiringi oleh atraksi barongsai, liong, dan cenggeh (berupa orang-orangan dan satwa).
Untuk mengarak toapekong Hok Tek Tjeng Sin dan lainnya dari Vihara Danagun melibatkan sekitar 1.500 peserta yang terdiri dari puluhan barongsai dan liong. Disemarakan pula oleh kesenian sunda dan Jakarata. Kalangan Tionghoa dan warga lokal berderet turut menyaksikan arak-arakan Cap Go Meh tersebut.
Walikota Bogor Diani Budiarto dan Ketua DPRD Kota Bogor TB Tatang Muchtar, berkesempatan melepas rombongan arak-arakan pada pukul 17.00 WIB. Arak-arakan diawali Joli Abu. Kemudian diikuti Joli Houw Ciang Kum, Joli Kwan Im, Joli Kwankong, Payung Kongco, Hu Locu bawa Dupa, Joli Kongcu Hok Tek Ceng Sin, Barong Kie Lien dari PGB Bogor, Joli Pankoh, dan Barong Sam Sie dari Roda Kentjana Bogor. Turut serta pula Joli Tamu dari Ungaran dan Gedawongan, Joli dari Kebayoran lama, kemudian Barong Gie Say dan yang terakhir adalah Liong dengan panjang 50 meter.
Prosesi dimulai dari Vihara Dhanagun menyusuri Jalan Suryakencana menuju Jalan Siliwangi. Di tengah perjalanan, rombongan seni Sunda dan Betawi bersatu dengan rombongan arak-arakan Joli, Barongsai, dan Liong. Rombongan masuk Vihara Dharmakarya untuk singgah sebentar dan kemudian meneruskan perjalanan menuju simpang tiga Batutulis menuju Vihara Buddhasena. Arak-arakan kembali ke Vihara Dhanagun melewati Jalan Siliwangi dan Suryakencana pada pukul 23.00 WIB.
Dari segi ritual, inti dari perayaan Cap Go Meh adalah upacara mengusung Dewa-Dewi utama pelindung masyarakat, yang dikenal sebagai Gotong Toapehkong (Ngia Hio). Dalam ritual ini, para Dewa-Dewi diusung keluar kelenteng untuk menginspeksi masyarakat, guna memberi berkah serta menyingkirkan segala marabahaya yang mungkin mengancam kesejahteraan masyarakat.
Diusungnya para Dewa-Dewi dengan segala kebesaran bukan sekadar hura-hura, tetapi mengandung makna spiritual yang diyakini besar manfaatnya. Dipandang sudut ini, keberadaan Langliong (Tari Naga) dan Langsai (Barongsai atau Tari Singa) juga mempunyai makna spiritual mendatangkan keberuntungan dan menyingkirkan kenaasan.
Perayaan Cap Go Meh sempat menjadi tradisi yang dilarang di Indonesia. Saat itu melalui Instruksi Presiden No.14/1967 di era Orde Baru, dengan tegas melarang segala bentuk kegiatan agama dan kepercayaan Tionghoa. Alasannya masih simpang siur. Baru tahun 1999, liong dan barongsai dimainkan secara terbuka saat memeriahkan kampanye suatu partai politik. Dan pada era Presiden Abdurrahman Wahid dibuatlah Keppres No 6 Tahun 2000 yang isinya mencabut Inpres No 14 Tahun 1967.
Perayaan Cap Go Meh, benar-benar mencerminkan pesta rakyat. Disaat rakyat jenuh dengan perkembangan politik yang kurang kondusif serta perkembangan ekonomi yang tidak menentu, hiburan rakyat yang murah ini seolah-olah menjadi penjejuk ketegangan. Suasana damai dan penuh keakraban mewarnai pesta rakyat tahunan itu.
Untuk menambah semangat multietnis, perayaan Cap Go Meh kini telah menjadi pesta rakyat yang menampilkan kesenian dengan berbagai ragam. Beberapa kesenian daerah yang tumbuh di kota hujan ini turut berpartisipasi menyemarakan kegiatan ini. Dengan demikian diharapkan kebersamaan antar etnik dan lintas agama yang selama ini terjalin erat dalam mengukuhkan kerukunan dan kedamaian selalau terjalin erat oleh masyarakat Bogor.
Cap Go Meh telah menjadi pesta seluruh warga Bogor, bukan milik kelompok-kelompok tertentu. Cap Go Meh di masa mendatang diharapkan menjadi ikon kota Bogor yang membanggakan. Semoga semangat kebersamaan ini tetap hidup dalam sanubari masyarakat Bogor yang mencintai kedamaian sampai kapan pun.

[+/-] Selengkapnya...

Cap Go Meh Di Bogor



Ritual Menuju Kesejahteraan Bersama

Setelah melalui proses panjang dengan menggelar beberapa persiapan akhirnya puncak acara Cap Go Meh digelar. Masyarakat Bogor terlihat antusias secara berkerumun menyaksikan arak-arakan Cap Go Meh, pada hari Kamis, (21/02) lalu yang merupakan penutup dari rangkaian acara. Perayaan Cap Go Meh tahun ini diwarnai tidak saja dari warga Tionghoa, berbagai atraksi budaya seperti Gambang Kromong, Tanjidor turut menyemarakan pesta rakyat ini.



Perayaan Cap Go Meh ditandai dengan perayaan berupa arak-arakan atau prosesi gotong toapekong ke luar vihara. Gotong toapekong berserta patung kongco lainnya dari dalam vihara menuju luar vihara, diiringi oleh atraksi barongsai, liong, dan cenggeh (berupa orang-orangan dan satwa).
Untuk mengarak toapekong Hok Tek Tjeng Sin dan lainnya dari Vihara Danagun melibatkan sekitar 1.500 peserta yang terdiri dari puluhan barongsai dan liong. Disemarakan pula oleh kesenian sunda dan Jakarata. Kalangan Tionghoa dan warga lokal berderet turut menyaksikan arak-arakan Cap Go Meh tersebut.
Walikota Bogor Diani Budiarto dan Ketua DPRD Kota Bogor TB Tatang Muchtar, berkesempatan melepas rombongan arak-arakan pada pukul 17.00 WIB. Arak-arakan diawali Joli Abu. Kemudian diikuti Joli Houw Ciang Kum, Joli Kwan Im, Joli Kwankong, Payung Kongco, Hu Locu bawa Dupa, Joli Kongcu Hok Tek Ceng Sin, Barong Kie Lien dari PGB Bogor, Joli Pankoh, dan Barong Sam Sie dari Roda Kentjana Bogor. Turut serta pula Joli Tamu dari Ungaran dan Gedawongan, Joli dari Kebayoran lama, kemudian Barong Gie Say dan yang terakhir adalah Liong dengan panjang 50 meter.
Prosesi dimulai dari Vihara Dhanagun menyusuri Jalan Suryakencana menuju Jalan Siliwangi. Di tengah perjalanan, rombongan seni Sunda dan Betawi bersatu dengan rombongan arak-arakan Joli, Barongsai, dan Liong. Rombongan masuk Vihara Dharmakarya untuk singgah sebentar dan kemudian meneruskan perjalanan menuju simpang tiga Batutulis menuju Vihara Buddhasena. Arak-arakan kembali ke Vihara Dhanagun melewati Jalan Siliwangi dan Suryakencana pada pukul 23.00 WIB.
Dari segi ritual, inti dari perayaan Cap Go Meh adalah upacara mengusung Dewa-Dewi utama pelindung masyarakat, yang dikenal sebagai Gotong Toapehkong (Ngia Hio). Dalam ritual ini, para Dewa-Dewi diusung keluar kelenteng untuk menginspeksi masyarakat, guna memberi berkah serta menyingkirkan segala marabahaya yang mungkin mengancam kesejahteraan masyarakat.
Diusungnya para Dewa-Dewi dengan segala kebesaran bukan sekadar hura-hura, tetapi mengandung makna spiritual yang diyakini besar manfaatnya. Dipandang sudut ini, keberadaan Langliong (Tari Naga) dan Langsai (Barongsai atau Tari Singa) juga mempunyai makna spiritual mendatangkan keberuntungan dan menyingkirkan kenaasan.
Perayaan Cap Go Meh sempat menjadi tradisi yang dilarang di Indonesia. Saat itu melalui Instruksi Presiden No.14/1967 di era Orde Baru, dengan tegas melarang segala bentuk kegiatan agama dan kepercayaan Tionghoa. Alasannya masih simpang siur. Baru tahun 1999, liong dan barongsai dimainkan secara terbuka saat memeriahkan kampanye suatu partai politik. Dan pada era Presiden Abdurrahman Wahid dibuatlah Keppres No 6 Tahun 2000 yang isinya mencabut Inpres No 14 Tahun 1967.
Perayaan Cap Go Meh, benar-benar mencerminkan pesta rakyat. Disaat rakyat jenuh dengan perkembangan politik yang kurang kondusif serta perkembangan ekonomi yang tidak menentu, hiburan rakyat yang murah ini seolah-olah menjadi penjejuk ketegangan. Suasana damai dan penuh keakraban mewarnai pesta rakyat tahunan itu.
Untuk menambah semangat multietnis, perayaan Cap Go Meh kini telah menjadi pesta rakyat yang menampilkan kesenian dengan berbagai ragam. Beberapa kesenian daerah yang tumbuh di kota hujan ini turut berpartisipasi menyemarakan kegiatan ini. Dengan demikian diharapkan kebersamaan antar etnik dan lintas agama yang selama ini terjalin erat dalam mengukuhkan kerukunan dan kedamaian selalau terjalin erat oleh masyarakat Bogor.
Cap Go Meh telah menjadi pesta seluruh warga Bogor, bukan milik kelompok-kelompok tertentu. Cap Go Meh di masa mendatang diharapkan menjadi ikon kota Bogor yang membanggakan. Semoga semangat kebersamaan ini tetap hidup dalam sanubari masyarakat Bogor yang mencintai kedamaian sampai kapan pun.

[+/-] Selengkapnya...