Setiap saat ada saja produk baru yang diluncurkan para pengusaha. Ini, mengikuti pola konsumsi masyarakat modern yang memerlukan lebih banyak jenis barang/jasa untuk kenyamanan hidupnya. Maka tak salah bila, untuk memenuhi kebutuhan produk yang diperlukan, kita biasa membuat skala prioritas. Nah, ketika membutuhkan suatu barang, apa yang pertama kali Anda pikirkan?
Masyarakat modern seperti warga Jakarta, mereka sudah terbiasa dengan pola pikir praktis. Hindari jalan yang macet, cari penjual paling dekat, biasanya sekitar rumah atau kantor. Alamiah bila sebagian besar orang memprioritaskan tempat paling dekat, dimana bisa memperoleh barang yang dibutuhkan. Perlahan-lahan jalan pikiran seperti ini, membentuk tradisi atau kebiasaan berbelanja, dus diikuti pula pembangunan ruang usaha dan pembentukan pasar. Kecil sekali kemungkinannya seseorang yang tinggal di Kelapa Gading misalnya, akan makan di restoran yang ada di Puri. Begitu pula sebaliknya, lembaga kursus yang ada di Serpong tentunya membidik pelajar di sekitar tempat usaha itu berada, sebagai segmen pasar mereka.
Antisipasi pebisnis pada umumnya adalah mendekati konsumen, dengan cara membuka cabang usaha. Maka, seperti yang banyak kita lihat, franchise/waralaba dari sebuah usaha bisa ada dimana-mana. Bahkan beberapa diantaranya ada yang berada dilokasi yang cukup berdekatan. Fenomena ini membuat ruang usaha mengikuti peta bisnis yang tidak semua orang bisa melihat dengan jelas seperti bila kita melihat peta kota. Adanya aspek usaha semacam franchise membuat pasar menjadi terkotak-kotak. Seperti sebuah pola yang mengikat dan menghubungkan tiga komponen dari sebuah pasar yang terdiri dari warga komunitas, pengusaha, serta kegiatan promosi.
Kegiatan promosi inilah yang jadi penghubung antara konsumen yang menjadi bagian dari masyarakat dan pengusaha yang menjadi pelaku produksi. Mestinya, usaha untuk menyampaikan pesan promo mengikuti format pasar yang ada, pola yang kini berkembang, yakni format pasar yang terkotak-kotak. Sebagian besar pengusaha tentu paham betul tujuan dari promosi. Tapi kadang keliru ketika melakukannya. Seperti sebuah senjata, promosi layaknya sebuah senapan laras panjang. Butuh strategi komunikasi untuk dapat mengenai obyek sasaran yang disasar.
Cara konvensional seperti dari mulut ke mulut merupakan iklan yang paling murah, kalau tidak mau dikatakan gratis, tapi efektifitasnya sangat rendah. Usaha yang lebih baik, dengan brosur dan spanduk, namun promo ini bersifat singkat dan belum tentu berbiaya rendah sekalipun pasar yang disasar warga sekitar, karena masih harus dibagi-bagikan. Maka pilihan untuk beriklan di media cetak adalah usaha membangun komunikasi yang dapat dijadikan alternatif menjalankan strategi promosi yang lebih baik. Sekalipun tampak serupa, tidak semua media cetak punya segmen pembaca yang sama contohnya media nasional dan media lokal. Untuk itu, efektifitas dan efisiensi dari pemasangan iklan, seperti mempertahankan/meningkatkan omset hingga membentuk band image harus didukung dengan menggunakan media informasi yang akurat dan punya tingkat penetrasi yang kuat dan tepat.
Jika segmen pasar yang dituju adalah pasar wilayah maka pilihan media yang akurat dan tepat adalah media komunitas. Alasan utamanya, dengan media komunitas khalayak yang disasar jauh lebih spesifik, hubungan antara pengusaha dan pembaca begitu kuat, didasarkan kesamaan tempat kediaman dan segmen pasar yang sama. Untuk itu, pastikan, komunikasi dan strategi promosi anda terlihat lebih jelas di media yang didistribusikan kepada warga, yang komunitas massa-nya sama dengan tempat usaha anda berada. Satu hal yang tak kalah penting, adalah banyak muncul media komunitas di wilayah yang sama bagai remaja yang mengikuti tren mode. Sisi positifnya bagi seorang pengusaha, ini semakin baik karena tersedia alternatif untuk memilih.
Tujuan meningkatkan omset bisa dicapai bila promosi dilakukan di media yang tepat dengan biaya iklan terjangkau. Saat ini, beberapa media komunitas yang bisa dijadikan pilihan memang tidak banyak. Karena beberapa media komunitas yang ada masih terkesan sebagai katalog belanja, suguhan rubrik tidak mewakili warga komunitasnya, bahkan ada yang tidak memiliki manajemen distribusi dan konsep yang kuat.
Maka sebelum menentukan satu dari beberapa media komunitas yang ada, tidak ada salahnya bila kita menanyakan konsep majalah tersebut. Perbandingan isi/rubrik dan iklan, pola distribusi, jumlah tiras, dan ketepatan penerbitan dari media komunitas yang bersangkutan perlu dikaji sebagai nilai lebih. Biar bagaimanapun beberapa poin yang menggambarkan konsep majalah tersebut akan berhubungan dengan strategi komunikasi dan promosi.
Kenyataan lainnya, media komunitas pada umumnya dibagikan gratis. Untuk itu, agar punya potensial buyer layaknya media nasional seperti majalah yang dijual dengan harga cukup tinggi, media komunitas harus didistribusikan secara tepat, misal dibagikan kepada keluarga menengah ke atas yang notabene punya daya beli, ruko (rumah toko) ataupun rukan (rumah kantor). Menjangkau pembaca yang berada di kelas yang sama dengan pembaca majalah nasional papan atas. Idealnya di cetak dengan oplah tidak kurang dari 15.000 eksemplar. Artinya jangkauan ini akan semakin besar karena akan dibaca oleh 15.000 keluarga bukan satu eksemplar untuk satu orang. Asumsi sebuah keluarga terdiri dari 4 (empat) anggota keluarga, iklan di media komunitas akan dilihat oleh masyarakat sebanding dengan sebaran media nasional terbesar di negeri ini untuk satu wilayah yang sama. Keputusan final kembali kepada masing-masing pengusaha, namun beriklanlah dengan hemat dan tepat hingga omset pun meningkat. (Novry Sabmen S, majalah komunitas AdInfo)
Minggu
Hemat, Tepat, Omset Meningkat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar