Kamis

Media Tak Berbayar, Menebar Kabar Lokal


Informasi bisa datang dari mana saja. Di jaman serba digital dan serba online dari celah bumi paling ujung pun kabar baru tersiar dalam hitungan detik. Namun, kabar paling gres dari tetangga sebelah justru seperti sulit didapat.
Dengan mudah kita dapat memperoleh suku bunga The Fed atau indeks saham di bursa Tokyo, Hangseng, Nasdaq, dan lantai bursa di belahan dunia mana pun. Sekali klik terpampang angka-angka yang selalu di-update secara periodik. Akan tetapi begitu kita ditanya bagaimana pembuatan Kartu Keluarga, siapa lurah kita, atau bahkan pembukaan warung makan tradisional di wilayah kita.
Nah, jembatan untuk mengetahui kabar di sekitar kita kini bisa didapat dari media gratis yang kerap dijumpai di mal, kafe, restoran, stasiun dan pusat keramaian lainnya. Majalah AdInfo misalnya, media yang berada di bawah payung usaha PT Adinfo Digital Multimedia itu sudah memiliki 11 jenis media gratis yang beredar di sebelas kawasan.
Lantas dari mana menghidupi usaha tersebut? Karena dibagikan secara gratis tentunya harus punya pendanaan yang kuat. Caranya? Biaya produksi majalah, gaji SDM dan biaya operasional lainnya didapat dari iklan. Dengan pendapatan iklan yang kontinu hal tersebut relatif bisa diatasi.
Harap diingat media gratisan alias media tak berbayar bukan berarti isinya iklan melulu. Media ini sama sekali bukan kumpulan brosur. Pembaca tentu senang bila mendapatkan bahan bacaan secara gratis. Majalah Djakarta! adalah salah satu contoh media cetak gratis yang sukses di pasaran.
Dulu majalah ini dijual dengan harga terakhir Rp 27.500. Namun sejak Juni 2005, M Rasyid Ganie, pemilik majalah itu, memutuskan untuk mencantumkan Rp 1,- sebagai harga jual majalah itu. Alasannya, sudah menjadi tren masa kini majalah gaya hidup tidak dijual melainkan dibagikan gratis ().
Lain halnya dengan AdInfo yang lebih mengedepankan kabar lokal. Majalah ini bisa didapat oleh pembaca yang berada di suatu komunitas. Dengan tiras lebih dari 150 ribu eksemplar saat ini AdInfo bisa dinikmati pembaca yang bermukim di wilayah Tebet, Kemang, Puri Kembangan, Kebon Jeruk. Karawaci, Kelapa Gading, Cengkareng, Cibubur, Depok, Bogor, Pluit, Pondok Indah, dan Cikarang.
Tak heran jika pemasang iklan di media ini lebih banyak pengusaha lokal atau yang berada di kawasan tersebut. Terus terang media tak berbayar ini hidup matinya memang dari iklan. Namun yang lebih penting dari itu adalah distribusi.
Distribusi menjadi ujung tombak untuk memastikan bahwa majalah jangan sampai jatuh ke tangan yang salah. Artinya, jika majalah tersebut dibaca oleh suatu komunitas yang potensial dari sisi pengiklan pasti pemasang iklan akan merasa diuntungkan.
Begitu juga target pembaca harus jelas. Jika media itu untuk kalangan muda usia 20-35 tahun. Jangan sekali-kali membagikan atau menempatkan media tersebut di rumah sakit atau di tempat-tempat publik yang banyak dikunjungi orang yang berusia lebih tua atau komplek sekolahan yang usianya masih belasan tahun.
Diam-diam media tak berbayar kini sudah merambah kemana-mana. Di antara Anda pasti pernah atau sering mendapatkannya.
oleh: Iin Solihin (Jurnalisme Publik)
(www.wikimu.com)

Tidak ada komentar: